Ya, ini salah satu ceritaku saat Scool Outing Programme Malhikdua 2016. Hari itu adalah “The Last Hunting Foreigners Day” di Malioboro. Kelompok B SOP Malhikdua berangkat dari kost di Des Tlogo dekat prambanan tepatnya (kalo jalan kaki mungkin cuma butuh 5 menit doang), ke malioboro pagi pukul 7.15 WIB. Karena sedikit macet, kita sampai tujuan pukul 7.55 WIB. Kalo gak macet sih biasanya paling kurang dari setengah jam aja kita udah nyampe.

Sejak pagi, rasa jenuh akan “Praktek speaking dengan foreigner” ini telah menghinggapiku. Ditambah lagi dengan sepinya turis di pagi hari. Karena aku tahu, kebanyakan dari mereka baru keluar dari hotelnya masing-masing untuk sekedar berkeliling Malioboro itu di siang hari. Kalaupun ada yang keluar pagi, itu juga bukan untuk berkeliling Malioboro tetapi untuk melanjutkan tripnya ke tempat tujuan liburan mereka di Indonesia. Kebanyakan sih mereka-mereka akan mengunjungi Bromo, Kawah Ijen, Flres, Pulau Komodo, juga yang deket-deket kayak borobudur dan prambanan,- tempat yang biasa kita jadikan spot hunting turis.13322145_1070077179725062_8829230661135019103_n

Setengah jam setelah kedatangan, aku dan beberapa kawan yang lain hanya berkeliling gang demi gang di kawasan Sosrowijayan atau sering juga dipanggil dengan sebutan Kampung Turis oleh warga setempat. Tak heran, area ini menjadi salah satu sasaran hunting turis oleh tim SOP MALHIKDUA. Pukul 8.30 aku dapet rombongan turis sekeluarga di salah satu Homestay yang terletak di paling ujung jalan Sosrowijayan perbatasan area Sosro Menduran. Kita ngobrol cuma kira-kira setengah jam karena ada suatu alasan.

 

Keluar dari homestay, kita ke13339623_1070077499725030_5409996991711590166_ntemu sama loveliest foreigner asal Prancis yang kita temui selama tiga hari berturut-turut di Jogja. Sialnya ternyata mereka sedang menunggu mobil jemputan mereka ke Bromo dan Bali. yah, kita cuma bisa nemenin mereka sampe pukul 10 sebelum akhirnya mereka meninggalkan kita. yasudahlah.. Bisa kan bayangin gimana jenuhnya aku setelah itu? rasanya tuh udah males banget buat nyari kesana-sini turis yang bisa kita aja ngobrol lama.

 

Bersamaan dengan kejenuhanku hari itu, sebenarnya otak nih nyimpen banyak banget pertanyaan sejak pagi,- awal kedatanganku di Sosrowijayan. Karena, dari gapura masuk sampai pertengahan sejauh mata memandang, berderet-deret disajikan makanan ringan kue-kue kecil semacam apeman. Berhubung tak ada niat untuk melanjutkan hunting turis dan demi rasa PENASARANku sejak pagi, aku dan si partner-pun memutuskan diri untuk menghampiri salah satu meja dan bertanya-tanya kepada warga asli sang pemasak kue itu. Ternyata benar, hari itu sedang digelar tradisi adat budaya Jogja yang dari tahun ke-tahun memang selalu dilaksanakan.

Sadranan atau ruwahan adalah tradisi nyekar yang biasa berlangsung setiap menjelang Ramadan (bulan Ruwah). Diadopsi Wali Songo dari tradisi penghormatan terhadap arwah leluhur pada zaman sebelum Islam masuk, sadranan biasanya sepaket pula dengan acara bersih makam, mengirim doa kepada leluhur, tabur bunga, dan kenduri. Beda tempat, berbeda pula kemeriahan sadranan yang ditawarkan. Yang jelas, sadranan selalu menarik dan banyak pengunjung seperti aku ini,, hehee 😀

Kenapa kok mereka pilihnya kue apem saat sadranan? Jangan heran, kata si warga apem adalah salah satu simbol dari tradisi bermaafan sebelum puasa. Istilah apem berasal dari kata afun atau afuan yang berarti pengampunan. Jadi, di balik kue tersebut ada filosofi yang berusaha dihayati saat menyambut bulan puasa yakni supaya manusia tak pernah lupa memohon ampun saat berbuat salah kepada Tuhan dan sesama. Warga Jalan Sosrowijayan, kawasan Malioboro, Yogyakarta, menggelar ruwahan dengan Festival Lomba Apeman antar kelurahan kawasan Sosromenduran dan Sosrowijayan dan juga Pagelaran Gamelan. Yang lebih mengasyikkan lagi, kita para pengunjung bisa mencicipi apeman yang akan dilombakan. Kala itu kita dapet 1 paket gratis apeman yang berisikan oleh nasi ketan, kue apem dan kolak singkong.

Warga membuat makanan tradisional apem pada acara festival apem di Jl. Sosrowijayan, Yogyakarta. Festival apem tersebut dalam rangka tradisi Ruwahan menyambut datangnya bulan Ramadan.

Warga membuat makanan tradisional apem pada acara festival apem di Jl. Sosrowijayan, Yogyakarta. Festival apem tersebut dalam rangka tradisi Ruwahan menyambut datangnya bulan Ramadan.

Pertunjukan Wayang dan Gamelan

Pertunjukan Wayang dan Gamelan

Tradisi Sadranan juga mengajarkan kita untuk guyub rukun dan saling berbagi tanpa memandang batasan usia, agama, dan suku bangsa. Tradisi Sadranan juga mampu menjadi media pertemuan bagi warga sekitar dan juga kerabat dari luar daerah, karena biasanya moment tradisi Sadranan dinanti-nanti oleh perantau untuk kembali pulang ke kampung halaman.

Yah,, pada intinya hari itu kita jadi tau salah satu dari sekian banyak adat tradisi Sang Kota Budaya Jogjakarta Istimewa~
dan karna itu juga, rasa jenuhku lumayan terobati.. 😀

Okey, cerita-cerita menarik are coming soon!!!!!! 😉 Pantengin terus blog ane yaaaaa!!!!!